Saturday, October 23, 2010

Globalisasi atau Gombalisasi Perdagangan ?

Globalisasi sejak era kemenangan kapitalisme telah menjadi suatu buzzword yang kondang. Globalisasi dipandang dari sudut pandang para industrialis sebagai sebuah langkah positif untuk menebarkan kesejahteraan. Buku "The Wealth of Nations"-nya Adam Smith-pun menjadi kitab suci dari para kapitalis-industrialis. 


Dalam pandangan Adam Smith, apabila pasar itu sempurna maka akan ada "tangan Tuhan" yang menyeimbangkan dan menyetimbangkan pasar. Tapi, pernyataan Adam Smith ini perlu dikritisi karena apabila para pelaku ekonomi itu semuanya adalah para rohaniawan yang melakukan kegiatan ekonomi hanya semata untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka teori Adam Smith, boleh jadi benar. Apabila para pelaku adalah benar-benar para rohaniawan, maka para pelaku tidak akan mengikuti libido rendahnya untuk memupuk keuntungan dan mengakumulasikan modal, tidak akan mencari margin keuntungan dari alat transaksi, tidak akan melakukan spekulasi saham yang berakibat jatuhnya perusahaan dan sengsaranya buruh serta  berbagai ketimpangan-ketimpangan yang menjadikan para kapitalis sebagai pengkhianat Adam Smith. Asumsi Adam Smith baru bisa shahih apabila para pelaku ekonomi tidak tergiring pada penghambaan nafsu rendah, namun menjalani usaha berdasarkan kesadaran yang lebih tinggi. Dalam kondisi tersebut, MUNGKIN Adam Smith bisa dibenarkan. 

Dewasa ini sebenarnya kita dihadapkan pada Gombalisasi Perdagangan dimana yang kaya menjadi semakin kaya dan si miskin menjadi semakin miskin. Adam Smith barangkali akan menangis dalam kuburnya ketika bisa melihat "what has become of his theories" yang digunakan untuk menggencet si lemah dan memperkaya si kaya. Dalam hal ini sebenarnya Tuhanpun sedang mengulurkan tangan-Nya untuk menampar dunia. Penghisapan sumber daya alam yang sangat masif, penjajahan imperium lama yang dilanjutkan dengan penjajahan modal telah terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir. Penghisapan sumber daya alam yang sudah dilakukan selama berabad-abad yang kemudian menjadi akumulasi modal telah menjadikan dunia Barat menjadi fore-front segala bisnis dan inovasi. Meninggalkan "the other sphere" terengah-engah untuk mengejar. Jadi, persaingan yang disebutkan sebagai persaingan sehat globalisasi, ternyata hanyalah gombalisasi perdagangan dan industri. 

Dalam era akhir jaman ini, apakah yang bisa kita lakukan dalam melakukan envisioning kehidupan yang dapat membuat kita tetap survive dalam pentas drama tanpa babak ini. Bagaimanapun jua, kerakusan-kerakusan atas nama free market dan globalisasi telah menggombali kita sedemikian rupa. Hidup dan kehidupan yang seharusnya sebagai suatu perputaran amaliah menuju kesadaran lebih tinggi sebagai tahapan persiapan menuju kehidupan akhirat, akhirnya menjadi perputaran keduniawian yang tiada berujung. Apakah yang perlu kita lakukan saat ini ? Membangun perdagangan dan industri yang berbasiskan sustainability ataukah merombak secara masif ?

No comments:

Post a Comment